Nama : Dhuha Hanif Bahtiar
NIM : 1717201147
Kelas : 3 Ekonomi Syariah D
Mata
Kuliah : Ekonomi Manajerial
Dosen
Pengampu : Mahardika Cipta Raharja, SE.,
M.Si
Pendahuluan
Era pembayaran digital akhir-akhir ini sudah
menjadi kebutuhan khusus warga Indonesia, khususnya di kota besar. Karena strategi
para penyedia platform pembayaran digital dengan menggunakan promo menarik dan
membiasakan pelanggan menggunakan pembayaran digitalnya, memang harus
dilakukan, dengan menggunakan strategi cashback adalah salah satu caranya.
Namun, promo cashback punya konsekuensi
pada biaya yang harus dikeluarkan korporasi. Metode ‘bakar uang’ memang tak
bisa dihindarkan demi menarik konsumen. Contohnya Go-Jek pernah menerapkan
strategi ‘bakar uang’ saat kali pertama memperkenalkan ojek online. Pada tahun 2015,
Go-Jek menawarkan tarif yang sangat murah, biaya perjalanan dengan ojek konvensional
yang biasa mematok harga Rp20.000-Rp30.000, dengan ojek online hanya cukup
bayar sebesar Rp8.000-Rp15.000. Strategi ini sukses diterapkan, namun jika
ingin mendapatkan tarif yang lebih murah lagi, konsumen mau tidak untuk
mendapatkan tarif yang lebih murah daripada
menggunakan uang tunai.
Strategi bakar uang Go-Jek tersebut bisa
dilakukan, karena mendapat dana investasi ratusan juta dolar AS. Bahkan yang
terbaru, Go-Jek mendapatkan pendanaan senilai US$1,5 miliar pada Februari 2018.
Dengan dukungan dana investasi yang besar, Go-Jek semakin memantapkan penetrasi
ke platform layanan pembayaran digital Go-Pay dengan promo-promo yang cenderung
sebagai strategi "bakar uang".
Namun, manajemen Go-Jek menyangkal hal
tersebut, Galuh Chandra Kirana, SVP Marketing Go-Pay memberikan klarifikasinya
"promo merupakan cara kami membantu memperkenalkan dan mempromosikan rekan
usaha kami. Ini sesuai dengan misi Go-Pay menjadi mitra bagi rekan usaha agar
bisnisnya terus berkembang,” kata kepada Tirto.[1]
Tidak dapat dipungkiri lagi untuk
mendapatkan sebanyak-banyaknya pengguna aplikasi pembayaran digital adalah
bisnis yang menggiurkan, setidaknya sudah terjadi di negara-negara maju. Di China
pembayaran digital berkembang pesat. Menurut iResearch Cina, total nilai
transaksi pembayaran digital pada 2017 sudah menembus angka US$5,5 triliun.[2]
Perkembangan Uang Digital
Di Indonesia, uang elektronik 3 tahun belakangan
juga berkembang. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, nominal transaksi
pembayaran non-tunai pada periode Januari-September 2018 sudah menembus Rp31,26
triliun. Jumlah ini meningkat lebih dari dua kali lipat ketimbang 2017 yang
hanya mencapai Rp12,37 triliun. Ditarik lebih jauh ke belakang, realisasi 2018
tersebut naik enam kali lipat dari realisasi 2015 sebesar Rp5,28 triliun.
Jumlah pelaku pembayaran digital di
Indonesia juga kian bertambah. Menurut Bank Indonesia, ada 41 uang elektronik
yang sudah beredar, terdiri dari 30 uang elektronik berbasis server dan 11 uang
elektronik berbasis chip, dan masih berpotensi untuk bertambah. Ini artinya
potensi bisnis pembayaran digital sangat menjanjikan, maka tidak heran jika salah
satu contohnya Go-Pay dan OVO berebut mencari pelanggan, termasuk dengan
promo-promo ‘bakar’ uang.
Salah satu momen yang ditunggu para
penyelengaran aplikasi tersebut yaitu momen gajian yang merupakan momen
meningkatnya minat belanja masyarakat. Tak hanya perusahaan retail,
penyelenggara layanan pembayaran digital pun memanfaatkan momen ini untuk
menggenjot transaksi. Di antaranya adalah Go-Pay dan OVO yang sama-sama
menggelar promosi. Sering enggak sih kamu lihat kalimat, “Beli produk di sini
dan dapatkan cashback hingga 120%”? Atau yang baru-baru ini yaitu promo
Harbolnas 12.12, “Sampai tanggal sekian, transaksi menggunakan aplikasi ini
bisa dapatkan cashback hingga 80%!” Tawaran-tawaran model seperti ini, biasanya
didapat oleh para pengguna aplikasi yang memiliki sistem bertransaksi elektronik
yang memang sedang naik daun pada saat ini.
Cashback sendiri adalah suatu penawaran di mana
pembeli diberikan persentase pengembalian uang, baik itu dalam bentuk tunai,
uang virtual, atau bahkan diberikan suatu produk tetapi dengan memenuhi syarat
pembelian tertentu.
Buat orang-orang yang suka berbelanja di
mall ataupun di aplikasi jual beli online, pastinya momen promo cashback
menjadi hal yang sangat menarik bagi penguna aplikasi tersebut. Penyelenggara
layanan pembayaran digital seperti Go-Pay dan OVO pun saling sikut, biasanya
mereka saling main promosi cashback.
Managing Director Go-Pay Budi Gandasoebrata
kemarin bahkan sempat meluncurkan Go-Pay Pay Day. “Selama 4 hari dari 27 hingga
30 November 2018, kami bersama para rekan usaha akan menghadirkan promo
fantastis yang digelar di beberapa kota di Indonesia. Pada Go-Pay Pay Day kali
ini, pengguna dapat menikmati promo cashback 50% di 36 rekan usaha yang
mempunyai lebih dari 2.000 outlet di seluruh Indonesia,” ujar Budi, pada Senin,
26 November 2018 lalu.[3]
Seakan tak mau ketinggalan, penyelenggara
uang elektronik milik Grup Lippo, OVO juga menawarkan cashback hingga 60%. Dua
aplikasi transaksi uang elektronik yang menggunakan promosi cashback ini adalah
sebagian contoh dari banyaknya promosi cashback saat ini.
Kenapa Bisa Ada Perang Cashback?
Di era digital seperti ini semakin banyak
perusahaan yang berlomba-lomba supaya para customer-nya melakukan transaksi
secara virtual menggunakan aplikasi milik mereka. Tapi kenapa kemudian mereka
berlomba memberikan promo seperti cashback?
Tentunya agar para pemilik perusahaan selain
bisa menambah jumlah pengguna aplikasi tersebut, perusahaan juga mengincar dana
dari para pengguna telah menyimpan uangnya untuk keperluan bertransaksi, maka
tentunya mereka perusahaan bisa menyimpan uang sementara milik customer
mereka.
Contohnya sederhananya, Go-Pay punya 10
juta pengguna. Dari jumlah itu ada 50 persen atau 5 juta penggunanya yang
memakai metode pembayaran uang virtual. Misal setiap pengguna menyimpan uang Rp
50 ribu saja, maka akan ada dana mengambang sebesar Rp 250 miliar yang dipegang
Go-Pay. Jumlah yang banyak bukan.
Maka dari itu jangan heran kalau para
penyelenggara uang elektronik berbasis server ini sangat getol agar masyarakat
menggunakan aplikasi yang mereka buat. Bagaimana caranya supaya cepat mendapatkan
banyak pengguna? Ya tentu saja dengan memberikan iming-iming promo diskon atau
cashback tadi.
Apakah Pengguna Bisa Untung Jika Pakai Cashback?
Mungkin dilihat dari banyaknya promosi
yang diberikan oleh aplikasi, para pengguna aplikasi tersebut mulai
bertanya-tanya, apakah saya sebagai konsumen mendapatkan keuntungan? Jawabannya
belum tentu. setiap program promo pastinya ada kelebihan dan kekurangannya,
terutama yang akan dibahas dari sisi konsumen.
Kekurangan program cashback sendiri
biasanya karena ada syarat pembelian, waktu pemberian, dan masa berlaku.
Misalnya, untuk mendapatkan cashback 10% seseorang harus melakukan
pembelian suatu barang dengan minimal transaksi sejumlah Rp 250 ribu terlebih
dahulu. Di sini terkadang banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka sebenarnya
tidak benar-benar membutuhkan barang tersebut, dan hanya ingin mendapatkan
promosinya saja. Padahal jika harus membeli barang dengan harga Rp 250 ribu,
dan hanya dapat kembali Rp 25 ribu, tentunya hal tersebut merugikan untuk
sesuatu yang benar-benar tidak dibutuhkan.
Belum lagi terkadang cashback itu diatur
agar bisa diambil dalam kurun waktu tertentu, kadang baru bisa diambil dalam
waktu satu minggu, ada juga yang harus nunggu hitungan bulan hanya untuk bisa
menggunakannya cashback-nya. Hal ini juga perlu diperhatikan tatkala cashback
juga memiliki batas periode tertentu. Jadi bisa saja ketika periode itu
berakhir, konsumen tidak akan bisa menggunakan cashback tersebut.
Kesimpulannya, cashback bisa saja
menguntungkan bagi mereka yang benar-benar pandai dalam mengelola rencana
pembelian barang. Tapi belum tentu menguntungkan buat mereka yang terlalu ceroboh dalam berbelanja.
[1] Ringkang Gumiwang, “Jorjoran Adu Bakar Uang Go-Pay dan OVO”, tirto.id, diakses dari:
https://tirto.id/jorjoran-adu-bakar-uang-go-pay-dan-ovo-c8u1,
pada tanggal 10 Desember 2018 pukul 12:01 WIB.
[2]
PBB: Transaksi
Digital China US$3 Triliun, Indonesia Tercepat”, technobusiness.id, diakses
dari:https://technobusiness.id/2017/04/20/news-update/e-commerce/pbb-transaksi-digital-china-us3-triliun-indonesia-tercepat, pada tanggal
11 Desember 2018 pukul 15:01 WIB
[3]
Pingit Aria,
“Perang Diskon Go-Pay dan OVO, Apa Saja yang Ditawarkan”, katadata, diakses
dari: https://katadata.co.id/berita/2018/11/27/perang-diskon-go-pay-dan-ovo-apa-saja-yang-ditawarkan/,
pada tanggal 11 Desember 2018 pukul 15:01 WIB.
DAFTAR PUSTAKA
Ringkang Gumiwang. 2018. Jorjoran Adu Bakar Uang Go-Pay dan OVO di https://tirto.id/jorjoran-adu-bakar-uang-go-pay-dan-ovo-c8u1 (diakses 10 Desember).
PBB. 2018. Transaksi Digital China
US$3 Triliun, Indonesia Tercepat di https://technobusiness.id/2017/04/20/news-update/e-commerce/pbb-transaksi-digital-china-us3-triliun-indonesia-tercepat (diakses 11 Desember)
Pingit Aria. 2018. Perang Diskon
Go-Pay dan OVO, Apa Saja yang Ditawarkan di https://katadata.co.id/berita/2018/11/27/perang-diskon-go-pay-dan-ovo-apa-saja-yang-ditawarkan/ (diakses 11 Desember 2018)

Posting Komentar