Nama : Meta
Rizqi Nur Utami
Nim : 1717201160
Kelas : 3
Ekonomi Syariah D
Mata Kuliah : Ekonomi Manajerial
Dosen : Mahardika Cipta Raharja, S.E.,M.SI.
PROGRAN STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2018
A.
PENDAHULUAN
Sejak adanya Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2014 mengenai perdagangan, Indonesia memiliki harapan baru untuk menata
transaksi perdagangan kebutuhan pokok masyarakat (Kepokmas) yang berlangsung
bertahun-tahun selama ini. Rumusan masalah dalam artikel ini yaitu kenaikan dan
penurunan harga secara fluktuatif yang terjadi berulang kali di setiap bulan
Ramadhan. Beberapa faktor diantaranya ketidakseimbangan permintaan dan
penawaran (supply and demand) yang belum dikelola secara optimal adalah
salah satu penyebabnya.[1]
Pada sebelum, saat, dan setelah
bulan ramadhan perkembangan harga masih naik dan fluktuatif. Intervensi
pemerintah melalui kebijakan program jangka pendeknya tidak berpengaruh secara
berkelanjuan, sehingga kejadian: penimbunan belum ada ketegasan Aparat Penegak
Hukum (APH), kelangkaan, kurangnya pasokan, permintaanmelambung tinggi, akibat
konsumsi masyarakat meningkat, yang berakibat menimbulkan harga yang melambung
tinggi.
Berdasarkan sifat elastisitas
permintaannya, barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok biasanya
disebut barang inelastis atau barang yang mengalami perubahan harga lebih besar
daripada perubahan permintaan. Oleh karena itu, walaupun harga barang tersebut
melambung tinggi, orang akan tetap membelinya demi kelangsungan hidup. Hal ini
sesuai dengan pandangan ekonom Jerman, Herman Heinrich Gossen, bahwa konsumen
akan berusaha memenuhi atau memuaskan semua kebutuhannya sebaik mungkin.[2]
Menjelang ramadhan, perilaku
konsumen mendadak berubah drastis dari biasanya. Konsumen yang tadinya
berbelanja secukupnya untuk kebutuhan makan sehari-hari, ketika Ramadhan
berbelanja dengan anggaran yang lebih besar dan berusaha menyiapkan porsi lebih
dari biasanya.
B.
PEMBAHASAN
Menyikapi adanya kenaikan harga
bahan kebutuhan pokok sehari-hari, masyarakat sering melakukan tindakan
terobosan supaya dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Tindakan itu antara lain
memperketat pengeluaran untuk kebutuhan lain dan mengurangi porsi belanja.
Apalagi saat menjelang bulan ramadhan dan idul fitri harga bahan kebutuhan
pokok cenderung akan melambung tingi sehingga membutuhkanbiaya yang banyak
untuk keperluan tersebut.[3]
Di Indonesia, kenaikan harga bahan
kebutuhan pokok menjadi langganan menjelang, pada saat, dan setelah hari besar
keagamaan nasional seperti pada setiap Ramadhan dan Idul Fitri. Keadaan seperti
ini, dari tahun ke tahun terus berlangsung yang dipicu oleh jumlah permintaan
yang banyak, permintaan yang naik dan tidak disertai kesiapan pasokan, sehingga
sesuai hukum dasar ekonomi apabila permintaan meningkat sedangkan pasokan
terbatas maka harga barang akan naik, saat menjelang Ramadhan dan Idul fitri
harga barang terus merangkak naik, karena jumlah permintaan terus meningkat sedangkan
jumlah barang tetap atau cenderung berkurang. Demikian juga terjadi sebaliknya
suatu saat harga naik dan turun secara fluktuatif.
Salah satu penyebab harga barang
terus merangkak naik ialah prinsip “supply dan demand). seperti
salah satu hukum ekonomi yang mengatakan bahwa jika permintaan meningkat dan
barang langka maka cenderung terjadi kenaikan harga barang. Kurangnya
antisipasi kenaikan harga saat Ramadhan; kenaikan harga pokok saat lebaran ini
polanya sudah terulang setiap tahun, apakah pemerintah tidakdapat
mengantisipasi hal tersebut, strategi pemerintah tiap tahun selalu sama, yakni
operasi pasar.[4]
Namun, sampai saat ini langkah
konkritnya masih dipertanyakan, pemerintah sibuk dengan hal-hal yang tidak
penting, sebaiknya pemerintah mempunyai cara jitu untuk mengatasi kenaikan
harga di bulan Ramadhan ini sehingga naiknya harga dapat diseimbangkan untuk
kesejahteraan rakyat kecil. Pada saat bulan Ramadhan tiba, bukankah seharusnya
konsumsi kebutuhan pokok berkurang. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada
masyarakat kita. Berdasarkan riset Nielsen dalam (Wahyono, 2013), selama bulan
puasa, belanja konsumen kelas bawah justru naik 30% sementara kelas menengah
naik 16%. sikap konsumen tersebut tentunya mempengaruhi harga. Konsumsi
tersebut seharusnya dapat dikendalikan.
Gambar
di atas mengilustrasikan kurva permintaan saat datangnya bulan suci Ramadhan
dan lebaran untuk barang-barang kebutuhan pokok. Pada kondisi normal, kurva
permintaan diperlihatkan berwarna biru dengan sudut kemiringan yang menggambarkan
tingkat elastisitas atas harga. Harga pada kondisi normal ditunjukan sebesar
P1, sedangkan kuantitas (banyaknya barang yang dibeli) ditunjukkan pada titik
Q1. pada puncak aktivitas di bulan suci Ramadhan dan lebaran, kurva permintaan
mengalami pergeseran ke arah kanan atas. Nampak pada garis merah, tingkat
kelandaiannya semakin berkurang yang berarti semakin tidak elastis.[1]
Kurva
permintaan berwarna merah menggambarkan kemampuan pendapatan masyarakat yang
semakin meningkat, sehingga dampaknya tidak banyak terhadap harga pada kondisi
normal. Di sini diperlihatkan, pada kurva berwarna merah, harga pada kondisi
normal P1 akan menyebabkan terjadinya peningkatan kuantitas sebanyak Q2.
selisih antara Q2 dan Q1 yang selanjutnya disebut sebagai ekspetasi harga bagi
penjual. Melihat pergeseran harga yang cukup besar antara Q1 dan Q2,
selanjutnya produsen akan menaikan harga. Besarnya kenaikan harga tersebut
ditentukan oleh ekspetasi atas harga yang masih mau dibayarkan oleh masyarakat
dan ekspetasi kesejahteraan yang dikehendaki oleh penjual atau seberapa penjual
mau mengambil manfaat atas situasi tersebut.
A.
PENUTUP
Kenaikan harga barang kebutuhan
pokok bisa mempengaruhi kesejahteraan konsumen dan produsen, termasuk
pemerintah. Naiknya harga-harga tersebut berdampak kepada masyarakat, baik itu
kalangan menengan ke bawah maupun menengah ke atas. Jika kebutuhan pokok tidak
dapat terpenuhi dengan layak, maka kelangsungan hidup masyarakat dapat
terhambat. Pemerintah sebagai wakil rakyat harus mengawasi perkembangan harga
barang kebutuhan pokok yang terjadi di lingkungan dan memastikan bahwa aturan
pelaksanaan yang berpengaruh membantu mengendalikan harga harus segera
diterbitkan.[2]
Koordinasi antar instansi
pemerintah yang menangani permasalahan kenaikan harga barang kebutuhan
pokokseharusnya bisa berjalan secara baik dan terarah. Informasitentang
permintaan dan penawaran barang kebutuhan pokok harus transparan diserahan
produsen dan pemerintah supaya kelangkan barang tidak terjadi.
[1]Fakultas ilmu
sosial dan ilmu politik UIN sunan gunung djati, “implementasi undang-undang
perdagangan dan implikasinya dalam kebijakan pengendalian harga kebutuhan
masyarakat” dalam jurnal Litigasi vol.18 No. 1 Edisi juni 2017.
[2]Lisnawati,
“upaya menekan kenaikan harga barang kebutuhan pokok menjelang ramadhan” dalam jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik vol.xl No. 11 Edisi juni 2014,
hal. 16.
[1]Fakultas ilmu
sosial dan ilmu politik UIN sunan gunung djati, “implementasi undang-undang
perdagangan dan implikasinya dalam kebijakan pengendalian harga kebutuhan masyarakat”
dalam jurnal Litigasi vol.18 No. 1 Edisi juni 2017,
hal. 1.
[2]Lisnawati,
“upaya menekan kenaikan harga barang kebutuhan pokok menjelang ramadhan” dalam jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik vol.xl No. 11 Edisi juni 2014,
hal. 13.
[4]Fakultas ilmu
sosial dan ilmu politik UIN sunan gunung djati, “implementasi undang-undang
perdagangan dan implikasinya dalam kebijakan pengendalian harga kebutuhan
masyarakat” dalam jurnal Litigasi vol.18 No. 1 Edisi juni 2017,
hal. 7.
jurnal
Litigasi vol.18 No. 1 Edisi juni 2017
jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik vol.xl No. 11
Edisi juni 2014


Posting Komentar