Arti :
22- Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat
keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan yang ditempuh. (QS An-Nisa : [4]22
Makna ayat secara global:
20. Dalam
ayat ini secara tegas Allah menjelaskan tentang larangan seorang anak
menikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahnya sendiri. Dan
perbutan itu jika dilakukan merupakan dosa besar dan berhak mendapat
laknat dari Allah. Adapun apabila sudah terjadi sebelum turunnya ayat
ini, maka Allah maha pemberi ampun.
21. Termasuk
wanita-wanita yang haram kita nikahi adalah 1- ibu (nenek dan
seterusnya, kandung maupun tiri). 2-anak perempuan ( cucu perempuan dan
seterusnya, anak kandung atau tiri). 3- Saudara kandung perempuan. 4- saudara bapak yang perempuan. 5- saudara ibumu yang perempuan. 5- anak perempuan dari saudara laki-laki. 6- anak perempuan dari saudara. 7- ibu-ibu yang menyusui. 8-saudara perempuan sepersusuan. 9- ibu-ibu
mertua. 10- anak-anak tiri perempuan dari istri yang telah dicampuri
(jima`). 11- isteri-isteri anak kandung (menantu). 12- menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara.
Penjelasan dan Hikmah dari ayat 22-23:
1. Setelah
Allah menerangkan tentang hukum yang berkaitan dengan pernikahan anak
yatim, jumlah wanita yang dapat dinikahi, kewajiban suami untuk
menggauli istri dengan baik dan bertanggung jawab, pada ayat 22-23 ini,
Allah menjelaskan wanita-wanita yang haram dinikahi.
2. Dalam syariat Islam, seorang wanita haram untuk dinikahi karena 3 hal. Pertama: hubungan nasab atau keturunan. Kedua: perkawinan dan Ketiga:persusuan.
3. Perbuatan menikahi wanita ayahnya sendiri disebut sebagai (وَمَقْتًا) karena perbuatan itu sangat keji, tidak masuk akal dan sangat dibenci. Orang arab menyebut pernikahan semacam itu adalah (النكاح المقت) pernikahan yang sangat dibenci. Dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut disebut (مقيتا), karena ia dilahirkan dari jalan yang sangat buruk.
4. Yang dimaksud (مَا نَكَحَ آَبَاؤُكُمْ) adalah pelaksanaan akad nikah. Jadi keharaman menikahi wanita ayahnya sendiri tidak
harus menunggu terjadi “hubungan” antara ayah dan istrinya. Tetapi
seketika terjadi akad pernikahan, maka wanita tersebut haram dinikahi
selamanya. Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Abas yang mengatakan,
bahwa “Setiap wanita yang dinikahi oleh bapak kamu, baik sudah di
“gauli” atau belum, maka wanita itu haram bagimu”. (HR. al-Baihaqi).
5. Salah
satu bukti keharaman menikahi wanita persusuan adalah riwayat Imam
Muslim yang menjelaskan bahwa Rasulullah menolak untuk menikahi anak
perempuan Hamzah karena Hamzah adalah saudara persusuan Rasulullah.
6. Tentang
perbatasan persusuan yang mengharamkan untuk dinikahi terdapat
perbedaan diantara ulama, ada yang mengatakan batas minimal persusuan
yang mengharamkan adalah 3 sedotan atau lebih, ada juga yang mengatakan 5
sedotan. Namun yang jelas dhahir ayat tidak memberikan batasan sedikit
atau banyak.
Untuk
lebih hati-hatinya adalah ketika telah nyakin terjadi persususan, baik
sediki atau banyak, maka wanita tersebut haram dinikahi. Tentu dengan
syarat persusuan itu terjadi pada masa anak tidak lebih dari dua tahun.
Hal ini berdasarkan ayat 233: al-Baqorah “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh”. Dan hadits Rasulullah yang diriwayat ad-Daruqudni “ Tidak ada persusuan (mengharamkan) kecuali dalam umur dua tahun”.
http://mkitasolo.blogspot.co.id/2012/03/tafsir-surat-nisa-4-ayat-22-23.html
Terjemah Surat An Nisa Ayat 22-23
22.[1] Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu[2], kecuali (kejadian) pada masa yang telah lampau[3]. Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci[4] dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)[5].
23.[6] Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu[7], anak-anakmu yang perempuan[8], saudara-saudaramu yang perempuan[9], saudara-saudara ayahmu yang perempuan[10], saudara-saudara ibumu yang perempuan[11], anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan[12], ibu-ibumu yang menyusui kamu[13], saudara-saudara perempuanmu sesusuan[14],
ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri)
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri[15],
tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan bagimu)
istri-istri anak kandungmu (menantu)[16], dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara[17], kecuali yang telah terjadi pada masa lampau[18]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[1]
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Dahulu
orang-orang Jahiliyah mengharamkan apa yang mereka haramkan selain istri
bapak dan selain menggabung antara dua perempuan bersaudara, maka Allah
menurunkan ayat, "Wa laa tankihuu maa nakaha aabaa'ukum minan nisaa'i illaa maa qad salaf…dst." sampai "Wa an tajma'uu bainal ukhtain." (Hadits ini para perawinya adalah para perawi kitab shahih selain Muhammad bin Abdullah Al Makhramiy, namun dia tsiqah).
[2] Termasuk kakekmu.
[3] Kejadian pada masa yang lalu dimaafkan.
[4]
Baik oleh Allah maupun oleh manusia. Karena sebab itu, seorang anak
menjadi benci kepada bapaknya atau bapak benci kepada anaknya, padahal
anak diperintahkan berbakti kepada bapaknya.
[5] Oleh karenanya, kebiasaan jahiliyyah tersebut dihapuskan oleh Islam.
[6] Ayat 23 dan 24 mencakup wanita-wanita yang haram dinikahi baik karena nasab, karena sepersusuan, karena mushaharah (pernikahan), maupun karena jam' (menggabung dua pereempuan bersaudara). Demikian juga menjelaskan tentang wanita-wanita yang halal dinikahi.
Yang diharamkan karena nasab adalah ibu, puteri, saudari, saudari bapak (bibi), saudari ibu (bibi dari pihak ibu), puteri dari saudara kita yang laki-laki dan puteri dari saudara kita yang perempuan.
Lihat juga penjelasan masing-masingnya nanti. Selain yang disebutkan
itu halal dinikahi (uhilla lakum maa waraa'a dzaalikum) seperti puteri
paman dari bapak ('amm) dan puteri bibi dari bapak ('ammah), demikian
pula puteri paman dari ibu (khaal) maupun puteri bibi dari ibu
(khaalah). Dengan demikian, sepupu halal dinikahi.
Yang diharamkan karena sepersusuan –yang disebutkan dalam ayat- adalah ibu susu dan saudari susu. Namun tidak hanya sebatas ini, karena dalam hadits disebukan,
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
"Sepersusuan menjadikan mahram sebagaimana nasab." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka keharaman dinikahi menyebar sebagaimana nasab. Dengan demikian, anak yang disusukan tidak boleh menikahi:
1. Wanita yang menyusuinya (karena dianggap sebagai ibunya),
2. Ibu wanita yang menyusuinya (karena ia neneknya),
3. Ibu bagi suami wanita yang menyusuinya (ia neneknya juga),
4. Saudari ibu yang menyusuinya (khaalahnya),
5. Saudari suami wanita yang menyusui (‘ammahnya),
6. Saudari sepersusuan, baik sekandung, sebapak maupun seibu.
7. Puteri anak laki-laki si wanita yang menyusuinya dan puteri dari puteri si wanita yang menyusui dst. ke bawah.
Yang diharamkan karena mushaharah (pernikahan), jumlahnya ada 4, yaitu: istri bapak dst. ke atas, istri anak dst. ke bawah, baik mereka sebagai ahli waris maupun terhalang (mahjub), ibu istri kita dst. ke atas (seperti neneknya, baik dari pihak bapaknya maupun ibunya) dan anak tiri yaitu puteri dari istri kita yang lahir dari selain kita.
[7] Termasuk pula nenek baik dari pihak bapak maupun ibu dst. ke atas.
[8] Termasuk pula cucu perempuan (dari anak laki-laki maupun anak perempuan) dst. ke bawah.
[9] Baik sekandung, sebapak maupun seibu.
[10] Termasuk pula saudara-saudara kakekmu yang perempuan.
[11] Termasuk pula saudara-saudara nenekmu yang perempuan.
[12]
Termasuk pula anak perempuan (cucu) dari anak saudara laki-laki maupun
perempuan (baik dari saudara sekandung, sebapak maupun seibu) dst. ke
bawah.
[13] Yakni yang menyusui kamu saat kamu berusia di bawah dua tahun dengan lima kali susuan.
[14] Termasuk pula anak-anak mereka yang perempuan.
[15]
Yang dimaksud dengan anak-anak perempuan isterimu yang dalam
pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak
dalam pemeliharaannya. Hal itu, karena kata-kata " yang dalam pemeliharaanmu"
hanya sebagai kondisi yang biasa terjadi, sehingga tidak ada mafhum
yang dijadikan pegangan daripadanya. Ada yang berpendapat, bahwa
disebutkan kata " yang dalam pemeliharaanmu" karena dua faedah:
- Mengingatkan hikmah haramnya menikahi anak tiri, karena ia menduduki puteri kita.
- Menunjukkan bolehnya berkhalwat (berduaan) di rumah dengan anak tiri, wallahu a'lam.
[16] Hal ini menunjukkan bahwa jika bekas istri anak angkat, maka tidak mengapa menikahinya.
[17]
Baik senasab maupun sepersusuan, yakni tidak boleh dinikahi bersama.
Demikian juga dilarang menghimpun dalam pernikahan wanita tersebut
bersama bibinya dari pihak bapak maupun ibu sebagaimana disebutkan dalam
As Sunnah. Yang boleh adalah salah satunya, dan boleh menikahi adik dan
kakaknya apabila yang satu meninggal sebagaimana Utsman menikahi dua
puteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, karena puteri Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam yang pertama meninggal, lalu ia menikahi
puteri Nabi yang kedua. Hikmah dilarang demikian adalah agar tidak
memutuskan tali silaturrahim antara kedua wanita yang bersaudara
tersebut ketika terjadi pertengkaran.
[18] Maka dimaafkan.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-22-23.html#sthash.57MMT7XG.dpuf
Terjemah Surat An Nisa Ayat 22-23
22.[1] Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu[2], kecuali (kejadian) pada masa yang telah lampau[3]. Sesungguhnya perbuatan itu sangat keji dan dibenci[4] dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)[5].
23.[6] Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu[7], anak-anakmu yang perempuan[8], saudara-saudaramu yang perempuan[9], saudara-saudara ayahmu yang perempuan[10], saudara-saudara ibumu yang perempuan[11], anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan[12], ibu-ibumu yang menyusui kamu[13], saudara-saudara perempuanmu sesusuan[14],
ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri)
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri[15],
tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu menikahinya, (dan diharamkan bagimu)
istri-istri anak kandungmu (menantu)[16], dan diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara[17], kecuali yang telah terjadi pada masa lampau[18]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[1]
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Dahulu
orang-orang Jahiliyah mengharamkan apa yang mereka haramkan selain istri
bapak dan selain menggabung antara dua perempuan bersaudara, maka Allah
menurunkan ayat, "Wa laa tankihuu maa nakaha aabaa'ukum minan nisaa'i illaa maa qad salaf…dst." sampai "Wa an tajma'uu bainal ukhtain." (Hadits ini para perawinya adalah para perawi kitab shahih selain Muhammad bin Abdullah Al Makhramiy, namun dia tsiqah).
[2] Termasuk kakekmu.
[3] Kejadian pada masa yang lalu dimaafkan.
[4]
Baik oleh Allah maupun oleh manusia. Karena sebab itu, seorang anak
menjadi benci kepada bapaknya atau bapak benci kepada anaknya, padahal
anak diperintahkan berbakti kepada bapaknya.
[5] Oleh karenanya, kebiasaan jahiliyyah tersebut dihapuskan oleh Islam.
[6] Ayat 23 dan 24 mencakup wanita-wanita yang haram dinikahi baik karena nasab, karena sepersusuan, karena mushaharah (pernikahan), maupun karena jam' (menggabung dua pereempuan bersaudara). Demikian juga menjelaskan tentang wanita-wanita yang halal dinikahi.
Yang diharamkan karena nasab adalah ibu, puteri, saudari, saudari bapak (bibi), saudari ibu (bibi dari pihak ibu), puteri dari saudara kita yang laki-laki dan puteri dari saudara kita yang perempuan.
Lihat juga penjelasan masing-masingnya nanti. Selain yang disebutkan
itu halal dinikahi (uhilla lakum maa waraa'a dzaalikum) seperti puteri
paman dari bapak ('amm) dan puteri bibi dari bapak ('ammah), demikian
pula puteri paman dari ibu (khaal) maupun puteri bibi dari ibu
(khaalah). Dengan demikian, sepupu halal dinikahi.
Yang diharamkan karena sepersusuan –yang disebutkan dalam ayat- adalah ibu susu dan saudari susu. Namun tidak hanya sebatas ini, karena dalam hadits disebukan,
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
"Sepersusuan menjadikan mahram sebagaimana nasab." (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka keharaman dinikahi menyebar sebagaimana nasab. Dengan demikian, anak yang disusukan tidak boleh menikahi:
1. Wanita yang menyusuinya (karena dianggap sebagai ibunya),
2. Ibu wanita yang menyusuinya (karena ia neneknya),
3. Ibu bagi suami wanita yang menyusuinya (ia neneknya juga),
4. Saudari ibu yang menyusuinya (khaalahnya),
5. Saudari suami wanita yang menyusui (‘ammahnya),
6. Saudari sepersusuan, baik sekandung, sebapak maupun seibu.
7. Puteri anak laki-laki si wanita yang menyusuinya dan puteri dari puteri si wanita yang menyusui dst. ke bawah.
Yang diharamkan karena mushaharah (pernikahan), jumlahnya ada 4, yaitu: istri bapak dst. ke atas, istri anak dst. ke bawah, baik mereka sebagai ahli waris maupun terhalang (mahjub), ibu istri kita dst. ke atas (seperti neneknya, baik dari pihak bapaknya maupun ibunya) dan anak tiri yaitu puteri dari istri kita yang lahir dari selain kita.
[7] Termasuk pula nenek baik dari pihak bapak maupun ibu dst. ke atas.
[8] Termasuk pula cucu perempuan (dari anak laki-laki maupun anak perempuan) dst. ke bawah.
[9] Baik sekandung, sebapak maupun seibu.
[10] Termasuk pula saudara-saudara kakekmu yang perempuan.
[11] Termasuk pula saudara-saudara nenekmu yang perempuan.
[12]
Termasuk pula anak perempuan (cucu) dari anak saudara laki-laki maupun
perempuan (baik dari saudara sekandung, sebapak maupun seibu) dst. ke
bawah.
[13] Yakni yang menyusui kamu saat kamu berusia di bawah dua tahun dengan lima kali susuan.
[14] Termasuk pula anak-anak mereka yang perempuan.
[15]
Yang dimaksud dengan anak-anak perempuan isterimu yang dalam
pemeliharaanmu, menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak
dalam pemeliharaannya. Hal itu, karena kata-kata " yang dalam pemeliharaanmu"
hanya sebagai kondisi yang biasa terjadi, sehingga tidak ada mafhum
yang dijadikan pegangan daripadanya. Ada yang berpendapat, bahwa
disebutkan kata " yang dalam pemeliharaanmu" karena dua faedah:
- Mengingatkan hikmah haramnya menikahi anak tiri, karena ia menduduki puteri kita.
- Menunjukkan bolehnya berkhalwat (berduaan) di rumah dengan anak tiri, wallahu a'lam.
[16] Hal ini menunjukkan bahwa jika bekas istri anak angkat, maka tidak mengapa menikahinya.
[17]
Baik senasab maupun sepersusuan, yakni tidak boleh dinikahi bersama.
Demikian juga dilarang menghimpun dalam pernikahan wanita tersebut
bersama bibinya dari pihak bapak maupun ibu sebagaimana disebutkan dalam
As Sunnah. Yang boleh adalah salah satunya, dan boleh menikahi adik dan
kakaknya apabila yang satu meninggal sebagaimana Utsman menikahi dua
puteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, karena puteri Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam yang pertama meninggal, lalu ia menikahi
puteri Nabi yang kedua. Hikmah dilarang demikian adalah agar tidak
memutuskan tali silaturrahim antara kedua wanita yang bersaudara
tersebut ketika terjadi pertengkaran.
[18] Maka dimaafkan.
- See more at: http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-22-23.html#sthash.57MMT7XG.dpuf
Tafsir An Nisa Ayat 22
Tafsir An Nisa Ayat 22
Posting Komentar